Modus Kejahatan Di ATM
di ATM uang kita bsa mendadak abiz,, karena orang-orang yang menggunakan ATM seringkali tidak bsa mengontrol keuangannya,, mereka slalu menganggap dengan adanya ATM, uang yang disimpan dapat diambil dengan cara yang mudah serta efisien waktu.
Modus Kejahatan yang sering kali berhubungan dengan ATM adalah penggandaan kartu ATM ….. dan nomer PIN nya di intip …
Skala pembobolan mencapai nilai 4,4 M lebih … dan bukan satu bank saja .
Secara resmi perbankkan telah menyatakan bukan kebocoran data base .
Bahkan ada pihak perbankan yang enggan mengganti pembobolan ini… sebabnya adalah karena kelalaian para nasabahnya untuk menjaga PIN .
Pada dasarnya mesin ATM adalah sebuah mesin yang di gunakan untuk memudahkan untuk kita bertransakasi dan pada manajement bank sebenarnya pengawasan dan perawatan di serahkan pada pihak lain sebagai rekanan yang telah resmi di tunjuk oleh BI. Pihak rekanan ini juga terbagi dari bererapa bagian kerja diataranya adalah pengurusan jaringan dan data dan perawatan serta pengamanan uang itu sendiri .
Bagian jaringan akan mengawasi koneksi mesin dengan pusat data dimana data kartu yang anda pegang akan di verifikasi dengan no pin akan menghubungkan saudara pada data perbankan. No Pin dan nomer kartu harus tepat bila tidak dapat berhubungan dengan database pusat , artinya no PIN dan Data kartu akan berhubungan dengan no nasabah anda atau no rekening . Itu sebagai pengamanan pertama dari user , tapi ada bentuk pengamanan lain dimana setiap mesin ATM memiliki adress atau alamat mesin , sebagi lalat pendeteksi apabila ada transaksi di jarigan ATM sehingga mesin ATM dapat di identifikasi bila telah kosong , macet dll, sedangkan alamat ini juga dapat memblok apabila ada sistem lain yang berusaha menyusup pada jaringan ATM .
Sistem transaksi terkoneksi antara pusat data dan masing masing masing mesin , dan model mesin ATM kita masih dapat di reset dari pusat .
Kekawatiran selalu ada dalam setiap jaringan terkoneksi secara luas dan global ,karena pada dasarnya keuangan perbankan kita telah banyak di remot dari luar negeri , karena beberpa perbankan kita telah secara manjement telah di jual pada pihak asing , sehingga data yang biasanya lokal sekarang sudah di hubungkan dengan pusat data yang berada di luar negri seperti sinagapore, hongkong dll.
Para IT perbankan kita tinggal duduk manis untuk lihat data keuangan di remote dari luar untuk dijadikan laporan keuangan sebelum di laporkan pada BI .
Sehingga sistem transaksi sebenarnya telah di ketahui oleh piak luar. Dan pihak rekanan perbankan Indonesia sekarang ini juga sedang mendapat tugas untuk membuka jaringan antara kartu ATM lokal dengan pemakaian sistem perbankan luar negri tempat bank pembeli beberapa bank swasta di Indonesia agar kartu ATM kita dapat di gunakan di luar negeri dimana otoritasnya sama dengan bank luar. Mengenai pernyataan BI terhadap tidak nya pembobolan data base perbangkan memang benar , karena BI tidak ada hubungannya dengan proses pembobolan ini .
SUMBER : ekonomi.kompasiana.com/2010/01/24/atm-oh-atm/
Sabtu, 24 Maret 2012
Kamis, 22 Maret 2012
Permasalahan Yang Ada Di Dunia Perbankan Yang Menggunakan IT
Pada zaman sekarang ini ada banyak Permasalahan Yang Ada Di Dunia Perbankan Yang Menggunakan IT
salah satunya adalah :
Cyber Crime dalam dunia perbankan kini kembali menjadi pusat perhatian. Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang bermotif ekonomi. Jika dulu pelakunya mengincar barang-barang mahal dan langka, kini berupa uang. Meski sudah banyak pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara, nyatanya praktik kejahatan itu masih marak dengan cara yang beraneka.
Penerapan teknologi dan sistem informasi perbankan di Indonesia menunjukkan perkembangan pesat, baik dilihat dari tingkat teknologi yang digunakan maupun luas cakupan penerapannya dalam operasional perbankan. Fungsi teknologi informasi itu sendiri secara umum untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan operasional perbankan, yang secara makro selanjutnya akan meningkatkan kontribusi perbankan dalam meningkatkan perekonomian nasional, sesuai dengan fungsi perbankan sebagai agen! of development, agent of trust, dan agent of equality. Apalagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah mendorong bank-bank untuk memanfaatkan medium teknologi informasi seperti Internet dalam menjalankan transparansi guna mencapai good corporate governance di industri perbankan nasional. Dalam peraturan BI, BI secara jelas meminta bank-bank wil untuk memanfaatkan media Internet, ttl yaitu homepage atau kV website yang dimiliki Ju dan dikelolanya, dan Nf mewajibkan untuk menampilkan laporan keuangannya di meja dia Internet sebagai upaya meningkatkan transparansi. Penggunaan teknologi di bank seperti ATM, mobile ATM, internet banking, website, dan ransaksi via e-mail, merupakan bentuk pelayanan bank yang diharapkan dapat memudahkan nasabah. Bahkan nasabah sekarang ini banyak melakukan transaksi perbankan melalui saluran elektronik (electronic dianel) atau teknologi informasi.
Transaksi melalui saluran ini memang memiliki serangkaian keunggulan. Selain praktis, cara ini dapat menghemat biaya. Meskpun demikian, transaksi dengan memanfaatkan teknologi informasi juga memunyai potensi kegagalan atau dampak negatif yang justru menyebabkan kerugian bagi nasabah.
Masalahnya sekarang, bagaimana jika terjadi pembobolan uang nasabah melalui ATM yang dilakukan orang lain? Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kasus tersebut? Dari beberapa pengaduan nasabah yang pernah mengalami kerugian akibat ATM-nya yang dibobol orang lain, perbankan mengelak untuk bertanggung jawab atau mengganti kerugian. Lantas, sejauh mana UU ITE dapat memberikan perlindungan terhadap nasabah yang mengalami kegagalan atau kerugian dengan adanya transaksi melalui teknologi informasi (mesin ATM)? Apalagi banyak pula tindakan pihak lain yang memang sengaja bertindak atau melakukan kejahatan dengan menggunakan teknologi informasi (cyber crime).
Kehadiran UU ITE seharusnya tidak sekadar menjerat orang-orang yang melakukan cyber crime. Lebih dari itu, UU ITE juga harus dapat memberikan jawaban terhadap siapa yang harus bertanggung jawab dengan adanya kerugian yang menimpa nasabah akibat cyber crime tersebut. lika pihak bank tidak mau bertanggung jawab, lantas bagaimana perlindungan nasabah? Munculnya kejahatan perbankan (cyber crime) juga harus didukung adanya aturan yang memadai, baik yang dikeluarkan oleh badan regulasi yang terkait seperti Bank Indonesia maupun oleh badan semacam self regulatory body. Pemerintah selama ini belum menganggap kejahatan IT sebagai prioritas utama dalam kebijakan penegakan hukum dibandingkan penanganan terorisme, makar, serta gerakan separatis di beberapa daerah.
Bagi perbankan sendiri, upaya untuk mencegah technology fraud ataupun cyber crime ini bisa dilakukan melalui perbaikan sistem prosedur operasional bank dan melakukan pengecekan atau review secara berkala terhadap kapasitas dan kecukupan pengendalian risiko perbankan atau risk control sebagai early warning system atau sistem peringatan dini. Ini dilakukan sebagai bagian dari oversight supervision yang dilakukan terhadap bank. Meski langkah preventif harus dilakukan, tidak kalah penting adalah adanya jaminan perlindungan hukum terhadap nasabah dari kemungkinan adanya technology fraud ataupun cyber crime.
Sumber :
www.bataviase.co.id/detailberita-10572913.html
www.telematika-telematika.blogspot.com
salah satunya adalah :
Cyber Crime dalam dunia perbankan kini kembali menjadi pusat perhatian. Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang bermotif ekonomi. Jika dulu pelakunya mengincar barang-barang mahal dan langka, kini berupa uang. Meski sudah banyak pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara, nyatanya praktik kejahatan itu masih marak dengan cara yang beraneka.
Penerapan teknologi dan sistem informasi perbankan di Indonesia menunjukkan perkembangan pesat, baik dilihat dari tingkat teknologi yang digunakan maupun luas cakupan penerapannya dalam operasional perbankan. Fungsi teknologi informasi itu sendiri secara umum untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan operasional perbankan, yang secara makro selanjutnya akan meningkatkan kontribusi perbankan dalam meningkatkan perekonomian nasional, sesuai dengan fungsi perbankan sebagai agen! of development, agent of trust, dan agent of equality. Apalagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah mendorong bank-bank untuk memanfaatkan medium teknologi informasi seperti Internet dalam menjalankan transparansi guna mencapai good corporate governance di industri perbankan nasional. Dalam peraturan BI, BI secara jelas meminta bank-bank wil untuk memanfaatkan media Internet, ttl yaitu homepage atau kV website yang dimiliki Ju dan dikelolanya, dan Nf mewajibkan untuk menampilkan laporan keuangannya di meja dia Internet sebagai upaya meningkatkan transparansi. Penggunaan teknologi di bank seperti ATM, mobile ATM, internet banking, website, dan ransaksi via e-mail, merupakan bentuk pelayanan bank yang diharapkan dapat memudahkan nasabah. Bahkan nasabah sekarang ini banyak melakukan transaksi perbankan melalui saluran elektronik (electronic dianel) atau teknologi informasi.
Transaksi melalui saluran ini memang memiliki serangkaian keunggulan. Selain praktis, cara ini dapat menghemat biaya. Meskpun demikian, transaksi dengan memanfaatkan teknologi informasi juga memunyai potensi kegagalan atau dampak negatif yang justru menyebabkan kerugian bagi nasabah.
Masalahnya sekarang, bagaimana jika terjadi pembobolan uang nasabah melalui ATM yang dilakukan orang lain? Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kasus tersebut? Dari beberapa pengaduan nasabah yang pernah mengalami kerugian akibat ATM-nya yang dibobol orang lain, perbankan mengelak untuk bertanggung jawab atau mengganti kerugian. Lantas, sejauh mana UU ITE dapat memberikan perlindungan terhadap nasabah yang mengalami kegagalan atau kerugian dengan adanya transaksi melalui teknologi informasi (mesin ATM)? Apalagi banyak pula tindakan pihak lain yang memang sengaja bertindak atau melakukan kejahatan dengan menggunakan teknologi informasi (cyber crime).
Kehadiran UU ITE seharusnya tidak sekadar menjerat orang-orang yang melakukan cyber crime. Lebih dari itu, UU ITE juga harus dapat memberikan jawaban terhadap siapa yang harus bertanggung jawab dengan adanya kerugian yang menimpa nasabah akibat cyber crime tersebut. lika pihak bank tidak mau bertanggung jawab, lantas bagaimana perlindungan nasabah? Munculnya kejahatan perbankan (cyber crime) juga harus didukung adanya aturan yang memadai, baik yang dikeluarkan oleh badan regulasi yang terkait seperti Bank Indonesia maupun oleh badan semacam self regulatory body. Pemerintah selama ini belum menganggap kejahatan IT sebagai prioritas utama dalam kebijakan penegakan hukum dibandingkan penanganan terorisme, makar, serta gerakan separatis di beberapa daerah.
Bagi perbankan sendiri, upaya untuk mencegah technology fraud ataupun cyber crime ini bisa dilakukan melalui perbaikan sistem prosedur operasional bank dan melakukan pengecekan atau review secara berkala terhadap kapasitas dan kecukupan pengendalian risiko perbankan atau risk control sebagai early warning system atau sistem peringatan dini. Ini dilakukan sebagai bagian dari oversight supervision yang dilakukan terhadap bank. Meski langkah preventif harus dilakukan, tidak kalah penting adalah adanya jaminan perlindungan hukum terhadap nasabah dari kemungkinan adanya technology fraud ataupun cyber crime.
Sumber :
www.bataviase.co.id/detailberita-10572913.html
www.telematika-telematika.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)